Pengunjung

Arsip Blog

Don't go to the basement

Foto 

Kau tahu, Mom? Kau tahu, aku ingat sekarang bagaimana semua itu berawal.

Saat itu kita menempati rumah baru kita. Berapa umurku pada saat itu? Empat atau lima tahun, aku rasa. Ya, masih begitu kecil. Begitu polos. Begitu tidak mencurigakan.

Rumah baru kita sangat indah, Mom. Apakah kau ingat aku terbiasa berlari dari satu ruang ke ruang lain? Kita terbiasa saling bercanda dan saling menyanyangi satu sama lain. Aku, kau, Judy, dan Ayah. Kita sangat bahagia saat itu.

Rumah baru kita sangat besar, lebih besar dari rumah sebelumnya. Rumah ini mempunyai 2 lantai. Lantai utama terdiri dari ruang keluarga dan tiga kamar tidur; kamar Judy, kamar kau dan ayah, dan kamarku. Kamarku berada di ujung lorong.

Kau ingat apa yang sering aku beritahu padamu tentang basement? Aku selalu memberitahumu agar tidak pergi ke basement. Tapi kau tidak mendengarku, selalu meremehkan ketakutanku.

Tapi aku ingat. Aku tidak akan pernah melupakannya.

Semua itu berawal ketika aku mencoba melihat-lihat basement rumah kita sendirian. Ketika aku hendak pergi kesana untuk mencari sesuatu, aku melihat sesuatu bergerak. Sesuatu yang hitam dan kecil.
Aku juga pernah melihat sesuatu itu sudut-sudut rumah, disepanjang koridor, di atas lemari TV, diruang laundry, dan dimana-mana. Mereka berpindah dari satu sudut ke sudut lain didalam rumah. Semua itu menyebabkan aku beteriak ketakutan ketika aku melihatnya. Aku mendengar satu waktu Judy berkomentar menertawaiku “Oh, Kelsie ketakutan lagi.”

Aku sangat ketakutan dengan wujud itu, Mom. Dan aku selalu memberitahumu dan yang lainnya agar tidak pergi ke basement. Karna disana adalah tempat dimana makhluk-makhluk
itu bersembunyi. Itu sarang mereka. Aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi bila kita berlama-lama berada disana. Tapi kau hanya menganggapku terlalu berlebihan. Kau malah rajin pergi kesana untuk membersihkan ruang basement dan barang-barang didalamnya. Sebenarnya aku tidak ingin yang lain tahu tentang ketakutanku itu, aku termasuk bagus dalam menyembunyikan itu. Tapi aku menyerah ketika aku sampai dibagian yang bagiku sangat parah.

Tidak lama setelah aku bisa melihat mereka, lalu aku bisa mendengar mereka. Mereka selalu berbisik-bisik seperti mengatakan sesuatu, mengejekku, memindahkan benda-benda dirumah kita, dan keributan kecil lainnya yang sama sekali tak berarti bagimu, Judi, dan ayah. Mungkin sebenarnya kau bisa mendengar dan melihat mereka, tapi kau. Berpura-pura tidak menyadari kalau mereka juga tinggal di rumah kita.

Aku ingat ketika kau menemukan sapu tangan dibawah tempat tidurmu, yang tidak satupun diantara kita mengakui kepemilikan saputangan itu. Kau hanya menertawakannya. Semua menertawakannya. Padahal itu peringatan dari mereka untukmu, Mom. Tapi kau mengejek dan membuat candaan dari itu dengan pura-pura berterimakasih telah diberi hadiah saputangan misterius. Mom, kenapa tak seorang pun dari kau, ayah, atau Judy mendengarkan aku ketika aku menyuruh kalian untuk berhenti menertawakan itu.

Waktu berlalu, aku sudah 8 tahun, suara-suara itu tetap saja terus menerus terjadi dirumah. Kini, aku bisa mendengar setiap kata yang mereka ucapkan. Makhluk-makhluk ini, yang aku sebut 'the Whisperers', berbicara tentang segala hal. Mereka berbicara tentang hal-hal baru yang akan mereka lakukan untuk mengacau dirumah kita, seberapa banyak kita menertawakan mereka maka mereka akan makin sering mengacau kita. Sayangnya, kalian mengabaikan aku untuk berhenti menertawai sesuatu yang aneh dirumah kita ini. Mereka selalu memikirkan bagaimana cara terjahat untuk melukai keluarga yang telah tinggal dirumah mereka, yaitu keluarga kita, Mom. Sebenarnya aku telah belajar dari kau untuk mengabaikan semuanya, Mom. Tapi entah kenapa sangat sulit.

Tapi aku mencoba lebih keras lagi. Aku ingat suatu malam saat aku berbaring ditempat tidurku, aku mendengar suara deritan pintu terbuka. Aku tidak bisa lagi tertidur nyenyak, suara kecil itu bisa membuatku tersentak bangun ditengah malam. Dan 'the Whisperers' tahu aku terbangun, mereka sangat mengetahui cara terbaik untuk menakut-nakutiku.
Suara gaduh itu lalu terdengar di dapur. Untuk membuatku melasa aman, aku menarik selimut menutupi kepalaku. Aku ingin menangis memanggilmu seperti anak kecil, Mom. Tapi aku tidak ingin menyusahkanmu.

Aku mendengar lengkingan dari dapur. Suaranya cukup pelan yang mungkin tidak akan membangunkan seisi rumah kecuali aku. Aku tahu jika kau membaca tulisan ini, Mom, kau akan berhenti meneriakiku untuk berhenti berbuat konyol tentang suara-suara yang menurutmu hanya khayalanku.
Lalu, aku memutuskan untuk melihat apa yang terjadi di dapur. Aku harus mengetahui setan atau iblis apa yang ingin memangsa keluarga kita.

Lorong rumah terasa ngeri dan dingin di malam musim panas yang seharusnya panas. Aku berusaha sebisa mungkin untuk tidak membuat suara ketika aku melewati lorong menuju ke dapur. Aku sangat takut, dan keringat membasahi baju dan seluruh kulitku.

Mom, aku tidak ingin menakutimu dengan menjelaskan secara detail apa yang ada di dapur, tapi aku akan memberitahumu yang terlihat mencolok disana. Makhluk kecil. Kira-kira dua kaki berdiri didepanku, warnanya hitam dan mempunyai mata berwarna kuning terang. Baunya seperti campuran dari minyak sayur dan aspal jalanan. Dan mengeluarkan suara seperti api yang berderak dan gumaman yang terus menerus. Makhluk itu membuatku takut, Mom. Mereka jelmaan yang menakutkan.

Ketika aku melihatnya, dia melihat kearahku dan membuka mulutnya yang mana tidak terlihat ketika aku melihatnya pertama kali. Mulutnya penuh dengan gigi-gigi tajam seperti silet.

Lalu aku melihat Dino, anjing kita yang malang. Dia terbaring ditengah-tengah dapur, didekat meja besar tempat menaruh bahan-bahan belanjaan. Pisau pemotong daging yang besar, tertancap dirusuknya. Dino melengking satu kali, dia mengejang-ngejang sebelum akhirnya mati dalam kesakitan.

Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan kemudian, Mom. Aku tak bisa mengontrol diriku saat itu. Aku menangis. Tidak, aku menjerit ketika air mata jatuh dari mataku. Aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan, Mom. Benar-benar tidak tahu.

Aku mendengar suara mereka lagi, menuju lorong ke kamar-kamar kita. Lalu aku segera menyusul kesana, dan kulihat pintu kamar Judy dan kamarmu terbuka, Mom. Oh, Tuhan. Aku sangat ketakutan. Tanpa berfikir lagi, aku langsung masuk ke kamar Judy.

Judy telah mati, Mom. Aku menemukannya sudah termutilasi, tapi aku tahu kau tidak menginginkan aku untuk menceritakan secara detail tentang mayat Judy.

Aku tidak punya waktu untuk berlarut-larut dalam kesedihan. Aku harus mengecek kau dan ayah. Aneh sekali, lampu di kamar kalian dalam keadaan hidup menerangi apa saja yang ada didalam kamar, jadi aku tidak butuh masuk kedalam untuk melihat ayah terbaring dilantai, dalam kekakuan. Dua pisau mentega tertancap dilehernya, Mom. Aku tidak tahu bagaimana itu terjadi.

Kau tidak dikamar waktu itu. Mengapa kau tidak berada dikamarmu, Mom? Apakah kau mendengar mereka datang? Apakah kau mendengar bunyi langkah mereka?
Apakah kau fikir bahwa berlari ke basement adalah jawaban terbaik?

Tiba-tiba aku tahu, Mom. Aku tahu kau berada dibawah sana, mencoba melarikan diri dari makhluk-makhluk itu. Aku berlari menuruni tangga, berharap bisa memukul 'the Whisperers' untukmu.

Tetapi,Aku mendapatimu diruang keluarga, Mom. Lampunya dimatikan. Aku melihatmu didepan TV. Kau mempunyai luka dalam dikepala dan kakimu. Kau kehilangan banyak darah. Ketika kau melihatku, kau menjerit ketakutan. Kau menjerit sekuat tenaga. Aku tidak mengerti.

Tapi, lalu aku melihat mereka lagi. Makhluk-makhluk itu.

Bunuh dia. Bunuh dia. Bunuh dia. Bunuh dia. Bunuh diam bunuh dia. Bunuh diam.

Mereka terus menerus mengulangi itu ditelingaku, Mom. Mereka memerintahkanku untuk membunuhmu. Mereka memberitahuku bahwa kau harus mati.

Lalu, aku melihat tanganku.
Tanganku telah tertutup oleh darah, Mom. Darah telah menggenangi gaun tidurku dan memenuhi lenganku. Rupanya aku sedang memegang sebuah pisau. Ya, sebuah pisau dari dapur.

Ketika aku menengadah, 'the Whisperers' telah pergi, dan hanya aku dan kamu yang tertinggal.

Aku menghidupkan lampu dan tersenyum kearahmu, menenangkanmu, Mom. Tapi kau menjerit lagi. Lalu, aku menghadap kedepanmu dan mengangkat pisau ditanganku.

Aku sudah memberitahumu jangan pernah pergi ke basement, Mom. Mengapa kau tak pernah mendengarkanku?
Terimakasih telah membaca artikel Don't go to the basement. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://raver-note.blogspot.com/2013/06/dont-go-to-basement.html. Jika ingin copy paste artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumber.

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg Reddit