Pengunjung

Arsip Blog

Taking Time For All The Wrong Reasons

Kau boleh menyebutku mengerikan, menakutkan, atau sebutan-sebutan
parah lainnya. Tapi di akhir ceritaku, aku harap kau mengerti mengapa aku melakukan apa yang kulakukan, mengapa aku hanya berdiri dan membiarkan teman dekat ku mati. Dan yang paling terpenting, aku harap kalian. tidak menghakimiku.

Kami baru saja lulus SMA, dan memutuskan untuk pergi keluar kota untuk melanjutkan ke universitas. Aku dan teman baikku Eric. Kami pindah ke kota yang sama, universitas yang sama, pekerjaan yang sama, dan segala sesuatu yang sama lainnya. Kami menghabiskan seluruh waktu hampir selalu bersamaan, kami tumbuh menjadi lebih kuat dan lebih kuat lagi dari sebelumnya, dan akhirnya aku jatuh cinta dengan laki-laki yang aku kenal hampir seluruh hidupku ini.

Semuanya berjalan sempurna, seperti di film-film saja, sesuatu yang aku tidak pernah tahu akan terjadi untuk seseorang sepertiku. Aku sangat senang.

Akhirnya kami memutuskan untuk menyewa rumah bersama. Rumah yang agak aneh, murah, tetapi agak sempurna untuk dua mahasiswa seperti kami. Dan ketika satu tahun berlalu, aku memutuskan untuk mendekorasi rumah secara perlahan tapi pasti. Kuliah dengan jurusan ilmu forensik, tentu saja mendorong Eric untuk mencari informasi lebih tentang rumah kami itu sebelum kami merobek sesuatu dalam perenovasian rumah tersebut. Aku tahu bahwa itu sebenarnya tidak perlu, tapi keras kepalanya memaksaku juga untuk menyetujuinya. Jadi dia mencari, menggali dan menemukan setiap detail sejarah tentang rumah ini sebelum kami tinggali.
Tetapi karna pencarian itu. Eric menjadi kurang tidur, dia sering bolos kuliah, parahnya dia tidak peduli sedikitpun tentang itu. Ini sudah berlangsung sekitar dua atau tiga minggu dan aku mulai merasa seperti hanya satu-satunya orang waras di rumah kami.

Dia tidak berbicara padaku tentang apa saja yang telah ia dapat dalam pencariannya. Dia hanya berkata bahwa itu semua adalah 'tidak menarik', tapi kantong mata dibawah mata birunya yang brilian itu cukup membuktika bahwa pencariannya itu bukan sesuatu yang 'tidak menarik'.
Aku segera meyakinkan dan menasehati Eric untuk kembali serius dalam kuliah. Aku juga memberitahunya bahwa dia tidak bisa melakukan penggalian informasi tentang rumah ini terus menerus. Ternyata ia setuju dan aku mulai rencanaku.

Aku memutuskan untuk membantunya dalam pencariannya, supaya dia bisa berkonsentrasi pada hal lainnya seperti kuliah dan hal penting lainnya. Jadi, aku mulai ketika dia sedang tidak dirumah atau pergi kuliah. Aku mulai dari segala sesuatu yang sudah ia dapatkan sampai memahami jurnalnya juga, dimana dia menuliskan seluruh apa yang telah ia dapatkan. Tanpa sengaja, aku juga melibatkan pencarian yang aku anggap tidak penting sama sekali. Aku membaca info dan profil pemilik rumah ini sebelumnya dan ternyata sesuatu yang mengerikan yang telah terjadi dirumah ini.
Upacara kematian, darah dimana-mana, janin yang digugurkan dan perselingkuhan. Semuanya. Aku tidak tahu bagaimana dia tahu semua ini, tapi semua itu terdengar begitu nyata untuk dibuat-buat. Rasanya aku tidak ingin mempercayai semuanya. Karna selain catatannya tentang masa lalu rumah yang kami sewa ini, dia juga menulis catatan diary juga. Eric mengatakan aku tidak akan pernah mengira apa yang akan didengar darinya, semua yang dia lihat dan rasakan. Interaksinya dengan arwah perempuan yang dia lihat disini, juga usahanya untuk mengumpulkan arwah-arwah gentayangan lainnya dan membantu mereka menemukan jalan yang tepat untuk pulang ke alam mereka. Fikirannya kacau. Dia menjadi gila dan terobsesi tentang masa lalu dari rumah ini dan tidak ada cara untuk menghentikannya.

Aku mulai melakukan penelitianku sendiri, karna aku tahu sekarang keingintahuanku lebih besar daripada punyanya. Tapi aku yakin aku tidak akan kehilangan kontrol akan hidupku seperti yang telah Eric lakukan. Jadi karna itu lah aku memulainya.
Aku mulai bertanya pada tetangga, pemilik resmi rumah ini sekarang (yang menyewakan rumah ini kepada kami), dan siapa saja yang aku fikir mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Mereka semua mengatakan hal yang sama, setiap orang bilang tidak tahu. Aku mulai mencari suatu petunjuk disekitar rumah lagi. Tanda-tanda, rahasia tersembunyi, sesuatu yang akan menambah informasiku tentang rumah ini atau masa lalu pemiliknya. Tapi sejauh ini hanya sia-sia, aku tidak mendapatkan apapun.

Perlahan tapi pasti Eric kembali pada kebiasaan lamanya, dan aku takut dia akan mengetahui kalau aku juga melakukan pencarian tentang rumah itu. Aku tidak akan membiarkannya mengetahui itu, karna aku tidak ingin dia kehilangan kontrol lagi. Tapi, aku tidak bisa mencegahnya. Lalu aku membiarkannya mengatasi semuanya sendiri dengan caranya, aku tahu dia tidak akan mendapatkan informasi yang lebih jauh, sama sepertiku. Tapi, oh, ternyata aku salah besar. Eric mendapatkan segalanya lebih banyak dari yang aku lakukan. Dia tahu semua tempat yang tepat yang berhubungan dengan masa lalu rumah ini. Tapi aku tidak ingin mengganggunya dengan bertanya-tanya tentang itu padanya. Aku hanya membiarkannya menangani semuanya dengan caranya sendiri. Aku tahu, aku tidak dapat menghentikannya, walau semua itu merubahnya menjadi seseorang yang jelas-jelas berbeda dari dia yang ku kenal selama ini. Aku hanya ingin memperhatikan diriku sendiri, aku tidak dapat menangani semua kekhawatiran ini.

Aku mulai jarang melihat Eric. Dia mulai mengunci dirinya sendiri dalam kamarnya berjam-jam. Aku penasaran, aku resah tentangnya, tapi selain itu, aku jug senang. Perasaan yang sama yang aku rasakan ketika kami pindah dulu. Aku lebih bisa tidur nyenyak, dan bangun pagi dengan senyuman dibibirku.

Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mulai menunggu sampai jam 3 atau 4 pagi, hanya untuk berteriak seolah-olah sedang terjadi suatu pembunuhan dari kamarku, dan beberapa detik kemudian aku mendengar langkah kaki panik Eric mendekati pintu kamarku. Lalu aku berhenti berteriak dan berpura-pura sedang tertidur. Tapi dia tidak membangunkanku dan tidak bertanya apa yang terjadi ketika kami bertemu disiang harinya. Aku heran dia bersikap seperti itu. Dia sudah tenggelam dalam dunia dan rahasianya sendiri. Aku mulai berfikir untuk membuatnya kehilangan fikiran dan obsesinya lebih cepat. Karna jika dia tetap memelihara semuanya itu, maka kehidupan kami akan hancur. Jadi, aku mencoba untuk membuat imajinasinya terus bertambah, membengkak dan siap untuk meledak. Dan aku tahu, itu segera akan terjadi. Dan setelahnya kami akan hidup tenang.

Aku mencoba berteman dengan seorang penyembelih hewan di kota, memberitahunya bahwa aku sedang melakukan penelitian untuk kuliah ku dan membutuhkan tulang-tulang hewan yang banyak. Dia menyetujuinya dengan senang, karna aku membayarnya untuk setiap tulang-tulang yang kubawa pulang kerumah. Jadi, kini aku mengoleksi tulang-tulang tersebut, tentu saja secara rahasia. Semua benda benda konyol ini akan membebaskan kami dari imajinasi dan obsesinya Eric, fikirku. Di suatu malam, aku mendapat kesempatan untuk melakukan rencanaku. Ketika Eric tertidur dengan nyenyak, aku menyelinap ke kamarnya dan meletakkan masing-masing tulang dilantai kayu kamarnya, dengan diam-diam dan dengan sempurna. Lalu kembali kekamarku. Malam itu aku tidak bisa tidur, aku merasa seperti anak kecil yang sedang mempersiapkan natal. Lalu, aku melakukan apa yang sering aku lakukan hampir setiap minggu belakangan ini, aku berteriak, lebih kencang dari sebelumnya. Kemudian sejurus kemudian, aku mendengar Eric malah berteriak juga dari kamarnya, aku tahu dia sudah mendapatkan 'hadiah' dariku untuknya. Aku berlari ke kamarnya dan memanggilnya. Ketika aku membuka pintu kamarnya, mulutku ternganga dan coba berakting dengan rencanaku sebelumnya.
“Apa.. Apa maksud dari semua ini, Eric?!” Aku pura-pura shock memandangi tulang-tulang itu.
“Aku sama sekali tidak tahu, Meri. Jujur aku tidak melakukan ini”.
Aku naik keranjangnya dan meletakkan tanganku ke wajahnya untuk menenangkannya. Akhirnya dia mulai menjelaskan segala sesuatu yang dia tahu tentang pencarian dan penelitiannya. Dia mengakui semuanya malam itu, bertanya bagaimana bisa aku tidak mendengar teriakan yang sering terjadi. Aku hanya melihat matanya dan mengatakan itu mungkin hanya khayalannya. Dia pun menyetujuinya dan tidak ingin membahas hal itu lebih jauh lagi. Malam itu kami terjaga sampai pagi, dan aku mendengarkan semua yang ia katakan padaku dengan penuh perhatian. Dia meminta pertolonganku untuk menghentikan semua ini. Ya, aku tau dia memang sudah pantas untuk dibantu dan aku memang sudah harus siap untuk membantunya.
Siang itu kami duduk diruang makan dalam diam, pertama kalinya kami duduk berdua pada bulan ini. Aku melihatnya, aku melihat betapa sakit dan tersiksanya dia. Matanya sayu dan terlihat sedih. Aku merasa dia benar-benar membutuhkan pertolongan. Sudah 10 menit kami duduk disini, dan tanpa berkata-kata, kami berdua bangkit dan berjalan menuju kamarnya. Dia duduk ditempat tidurnya, dan aku hanya terdiam berdiri disampingnya untuk beberapa detik. Lalu berjalan menuju meja disamping tempat tidurnya dan membuka laci paling atas. Magnum 357 tergeletak diatas ratusan lembar halaman dari sobekan sebuah buku. Aku mengambil pistol itu dan memberikannya dengan lembut. Dia memandangku dengan pandangan hangat. Dia menatap tangannya, dan kemudian melihatku lagi. Dia tahu apa yang dia inginkan, dan dia senang aku ada untuk membantunya. Dia menghela nafas dan aku mengisyaratkannya bahwa sekaranglah waktunya. Sedetik saja serasa berjam-jam saat itu. Aku memejamkan mata dan beberapa saat kemudian telingaku mendengar letusan. Kemudian, aku membuka mata dan melihat kepala yang remuk dari sesorang yang aku cintai, terbaring diatas bantalnya. Aku tidak berteriak, tidak menangis, aku bahkan tidak merasa jantungku berdegup kencang. Aku berjalan perlahan dan meletakkan mayat Eric ditanganku dan memeluknya berhari-hari.

Dan sejak saat itu aku begitu sering berhalusinasi karna dehidrasi dan kelaparan sampai polisi dan tim penyidik menemukan kami. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Pemeriksaan menunjukkan bahwa itu adalah murni bunuh diri, mereka tidak menyalahkanku.

Itu adalah setahun yang lalu sejak aku bisa menceritakan cerita ini dan bagaimana penjelasan detail semuanya bisa terjadi. Tak seorangpun percaya padaku, mereka tak mengerti perasaanku. Mereka tidak akan tahu apa yang aku maksud. Kadang beberapa malam, aku masih sering berteriak seperti yang sering ku lakukan dulu untuk melihat apakah Eric akan datang berlari ke kamarku. Sampai saat ini pun dia masih melakukannya. Selalu.

Dan sampai saat inipun, aku masih sering merasakan kepala remuknya ikut tidur bersamaku di keremangan cahaya kamarku.
 
Foto
 
Terimakasih telah membaca artikel Taking Time For All The Wrong Reasons. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://raver-note.blogspot.com/2013/06/taking-time-for-all-wrong-reasons.html. Jika ingin copy paste artikel ini, jangan lupa untuk mencantumkan link sumber.

Share to

Facebook Google+ Twitter Digg Reddit